Perjuangan Transformasi Politik dan Revitalisasi Ekonomi Indonesia pada Awal Kemerdekaan Sampai Tahun 1950

Rintangan Pemulihan Ekonomi Indonesia di Awal Kemerdekaan

Indonesia, pada saat awal kemerdekaannya, menghadapi beragam tantangan yang melibatkan berbagai aspek, terutama di sektor ekonomi. Pemerintah Indonesia berusaha mengatasi masalah ekonomi yang melibatkan beberapa faktor kritis, seperti kondisi ekonomi yang memburuk, inflasi yang tinggi akibat peredaran uang Jepang yang tidak terkendali, dan bahkan ketidakadaan uang yang sah.

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi adalah blokade ekonomi yang diterapkan oleh Belanda. Blokade ini membuat Indonesia kesulitan dalam menjalankan kegiatan perdagangan internasional, yang mengakibatkan penurunan pendapatan negara. Blokade tersebut memiliki tujuan untuk mencegah masuknya senjata militer ke Indonesia, menghentikan penjualan hasil kebun Belanda, dan melindungi Indonesia dari pengaruh bangsa lain selain Belanda.

Melawan Terpaan Blokade Ekonomi Oleh Belanda dan Strategi Bertahan Indonesia

Kebijakan Ekonomi Pemerintah Indonesia Mengatasi Permasalahan Ekonomi: Dalam menghadapi tantangan ekonomi ini, pemerintah Indonesia mengambil sejumlah kebijakan strategis dalam bidang moneter. Beberapa langkah penting termasuk melakukan pinjaman nasional, mengeluarkan uang kertas Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) pada Oktober 1946, dan membentuk Bank Negara Indonesia pada 1 November 1946. Langkah-langkah ini diambil untuk mengatur nilai tukar ORI terhadap valuta asing.

Uang ORI 1945

Kebijakan Politik Mengatasi Blokade ekonomi Belanda: Indonesia mencari solusi dengan upaya politis dengan menjalin hubungan dengan India, yang aktif membantu Indonesia di forum internasional. Indonesia bahkan mengirim bantuan berupa 500.000 ton beras dan mendapatkan janji bahan pakaian dari India. Upaya ekonomis juga dilakukan dengan melakukan perdagangan langsung, seperti kerjasama antara BTC (Banking and Trading Corporation) swasta dengan pengusaha swasta Amerika Serikat, meskipun Belanda berhasil menyita muatan kapal yang mengangkut barang Indonesia.

Membentuk Perwakilan Ekonomi Internasional: Pemerintah Indonesia juga membentuk perwakilan, seperti Indonesia Office (Indoff) di Singapura, yang berperan dalam politik luar negeri dan berusaha menembus blokade ekonomi Belanda. Selain itu, Kementrian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPULN) dibentuk untuk membeli perlengkapan angkatan perang dan memasukkannya ke Indonesia.

Pemerintah Indonesia dengan tekun berupaya memperbaiki kondisi ekonomi negara saat itu. Berbagai pertemuan penting diadakan untuk mencari solusi terbaik guna memperkuat ekonomi negara. Beberapa langkah pemerintah Indonesia dalam mengatasi masalah ekonomi mencakup:

Konferensi Ekonomi di Solo pada 6 Mei 1946

Konferensi Solo dan Nasionalisme Pabrik Gula: Dalam upaya memperbaiki kondisi ekonomi, pemerintah Indonesia mengadakan konferensi ekonomi di Solo pada 6 Mei 1946. Konferensi ini mencapai kesepakatan untuk merekomendasikan rehabilitasi pabrik-pabrik gula dan pengelolaan perusahaan ekspor oleh negara. Badan Perancang Ekonomi (Planning Board) juga dibentuk pada 19 Januari 1947 untuk merasionalisasi semua cabang produksi.

Pembentukan Badan Perencana Ekonomi (Planning Board) pada 19 Januari 1947

Diinisiasi oleh Menteri Kemakmuran Dr. A.K. Gani. Bertugas mengkoordinasikan dan merasionalisasi semua cabang produksi, termasuk BPPGN (Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara) dan PPN (Perusahaan Perkebunan Negara).

Plan Kasimo

Diperkenalkan oleh Menteri Ekonomi I. J. Kasimo. Mencakup upaya swasembada pangan dengan implementasi yang praktis. Dilakukan transmigrasi untuk mendukung program ini. 

Rencana 10 Tahun Menteri Kemakmuran DR. A. K. Gani:

Meliputi pengambilalihan perkebunan dan industri yang ada sebelum perang oleh negara pada tahun 1957. Nasionalisasi bangunan penting milik asing dengan ganti rugi. Penyitaan perusahaan milik Jepang sebagai ganti rugi untuk Republik Indonesia.

Pemerintah juga menghadapi tantangan dalam birokrasi, dan kebijakan telah ditetapkan untuk merapikan bidang birokrasi, termasuk:

Pembagian Wilayah Indonesia Menjadi 8 Provinsi Setiap provinsi dipimpin oleh seorang gubernur.
  1. Sumatra (Teuku Muhammad Hasan)
  2. Jawa Barat (Sutarjo Kartohadikusumo)
  3. Jawa Tengah (R. Panji Suroso)
  4. Jawa Timur (R.M. Suryo)
  5. Sunda Kecil/Nusa Tengara (Mr. I Gusti Ketut Puja)
  6. Maluku (Mr. J. Latuharhary)
  7. Sulawesi (Dr. G.S.S.J. Ratulangi)
  8. Kalimantan (Ir. Pangeran Muhammad Noor).

Membentuk Komite Nasional (KNIP) Diinisiasi oleh Sultan Syahrir. Merupakan langkah penting dalam pembentukan partai politik di Indonesia.
Kabinet Syahrir

Struktur Pemerintah pusat dibantu oleh pemerintah daerah dengan gubernur, bupati, camat, dan desa.

Dalam sektor militer, kebijakan pemerintah mencakup pembentukan BKR pada 5 Oktober 1945, evolusi menjadi TNI, dan berbagai perubahan kepemimpinan.

Membentuk 10 Kementrian terdiri dari:
  1. Menteri Dalam Negeri (R.A.A. Wiranata Kusumah), 
  2. Menteri Luar Negeri (Mr. Ahmad Suebardjo),
  3. Menteri Keuangan (Mr. A.A. Maramis),
  4. Menteri Kehakiman (Prof. Mr. Dr. Supomo),
  5. Menteri Kemakmuran (Ir. Surahman T. Adisujo),
  6. Menteri Keamanan Rakyat (Supriyadi),
  7. Menteri Kesehatan (Dr. Buntaran Martoadmodjo),
  8. Menteri Pengajaran (Ki. Hanjar Dewantara),
  9. Menteri Penerangan (Mr. Amir Syarifuddin),
  10. Menteri Sosial (Mr. Iwa Kusuma Sumatri),
  11. Menteri Pekerjaan Umum (Abikusno Cokrosujoso),
  12. Menteri Perhubungan (Abikusno Cokrosujoso),
  13. Menteri Negara (Wachid Hasyim),
  14. Menteri Negara (Dr. M. Amir),
  15. Menteri Negara (Mr. R. M. Sartono),
  16. Menteri Negara (R. Otto Iskandardinata)
Keragaman ideologi dan politik di Indonesia menciptakan tantangan, namun pemerintah berusaha menyeimbangkan hal ini dengan pembentukan partai politik seperti Masyumi, PNI, PKI, PBI, Partai Katholik, Partai Kristen, dan Partai Rakyat Sosialis. 
Kabinet Amirsyarifudin

Pemerintahan Indonesia dalam periode ini melalui serangkaian kabinet, seperti Kabinet Syahrir dan Kabinet Amir Syarifuddin, menghadapi tantangan seperti konflik dengan Belanda dan pergantian kabinet yang cukup sering. Upaya bersama antara KNIP dan pemerintah dalam mengatur kebijakan politik, baik dalam negeri maupun luar negeri, juga mencerminkan perjuangan dalam mencapai stabilitas politik dan ekonomi.

Kesimpulan

Dalam menghadapi tantangan ekonomi awal kemerdekaan, Indonesia melibatkan berbagai strategi dan kebijakan untuk mengatasi rintangan yang kompleks. Kondisi ekonomi yang memburuk, inflasi tinggi akibat peredaran uang Jepang, dan blokade ekonomi oleh Belanda menjadi ujian besar. Pemerintah Indonesia tanggap dengan langkah-langkah konkret seperti pembentukan Bank Negara Indonesia, penerbitan uang kertas ORI, dan diplomasi aktif dengan India. 

Meskipun dihadapkan pada tekanan eksternal yang kuat, Indonesia berhasil bertahan dan menunjukkan ketangguhan melalui strategi politik dan ekonomi yang bijaksana. Kesuksesan dalam mengatasi blokade Belanda dan pertahannya terhadap stabilitas ekonomi menandai langkah awal yang kokoh dalam perjalanan pemulihan ekonomi Indonesia.